MEMENIRAN (BADAWANG)
Penulis:
Moch. Restu A.S
NIM 18123007
NIM 18123007
Mahasiswa Institut Seni Budaya Indonesia Bandung
Jurusan Seni Karawitan
gambar 1 (boneka badawang) |
Keberadaan memeniran atau badawang
dibeberapa tempat di jawa barat sudah berlangsung lama. Seni yang meniru
tradisi totemistik agama asli Indonesia ini, menurut Ensiklopedi Sunda, di
artikan sebagai orang-orangan bertubuh tinggi-besar terbuat dari kerangka
bambu, di beri pakaian, dan diusung oleh seseorang yang berada di dalamnya sehingga dapat berjalan dan
digerak-gerakkan mengikuti irama tetabuhan. Memeniran biasanya ditampilkan
dalam iring-iringan (pawai) untuk meramaikan pesta-pesta umum maupun
pesta-pesta tradisional keluarga, seperti perkawinan atau khitanan. Di Jakarta,
memeniran dinamakan ondel-ondel.
Kapan istilah “memeniran “ muncul tidak
diketahui. Namun, apabila dilihat wujud badawang yang tinggi besar, memeniran
kemungkinan diambil dari kata menir (meneer = tuan;bahasa Belanda), karena
sosok badawang yang digendong berpakaian perlente mirip seorang tuan Belanda.
Adapun orang yang menggendong berpakaian sederhana. Kesenian memeniran biasanya
ditampilkan sebagai kelengkapan helaran pertunjukan benjang dan arak-arakan
lainnya. Dalam perkembangannya, boneka memeniran sering berjumlah leboh dari
empat dan variasi kostum boneka yang digendongnya pun bermacam-macam: selain
profil beberapa tokoh panakawan seperti Semar, Cepot, Dawala, dan Gareng juga
tokoh-tokoh orang kaya, bangsawan, orang asing, militer, dan lain-lain. Atraksi
yang paling menarik dari memeniran adalah orang yang digendong (yang notabene
seorang manusia) dapat bergerak bebas, menari, bersorak, bermain kipas, dan sebagainya,
sedangkan si penggendong hanya diam saja karena dia hanyalah boneka.
Musik pengiring kesenian ini sama dengan
pengiring musik pencak silat, kadang-kadang hanya di tambah dogdog dan bedug
saja. Demikian juga lagu-lagu memeniran sama dengan lagu pengiring pencak
silat, seperti Golempang, Padungdung, dan lain-lain. Hanya saja, dewasa ini,
lagu-lagu kawih dipakai pula, seperti Rayak-rayak, Kembang Bereum, di samping
lagu-lagu dangdut yang tengah popular.
Ada beberapa makna yang terkandung dalam
kesenian memeniran: makna mistis, karena memeniran merupakan gambaran tradisi
totemistik masyarakat agama asli Indonesia, walaupun sudah mengalami perubahan
menjadi bentuk-bentuk yang kocak dan lucu, seperti tokoh-tokoh panakawan dan
lain-lain; makna teatrikal, karena
tampilan sejumlah memeniran dan badawang lainnya sangat tetrikal, ini
disebabkan karena wujudnya yang karikatural dan berukuran jauh lebih besar dari
ukuran manusia biasa; makna universal, karena bentuk-bentuk yang mirip
memeniran atau badawang terdapat pula pada setiap etnik dan bangsa di dunia.
Adapun menurut Pa Ozon pelaku seni asal
cicalengka, Pada awalnya seni badawang muncul di daerah dampit cicalengka
sekitar tahun 83, seniman asal dampit tersebut pada mulanya menciptakan
Badawang untuk memeriahkan helaran 17
agustus, atau biasa di sebut arak-arakan.
Mengapa di sebut Badawang? Karena memiliki
tubuh besar dan tinggi, tingginya bisa
mencapai hampir 4 meter, lingkaran badan nya kurang lebih 1,5 meter, wajahnya
menyerupai buta atau genderewo bertaring panjang berambut injuk, tetapi tidak
beraturan, seperti kepalanya kecil,
tangan dan kakinya tidak pas dengan ukuran tubuhnya.
Dalam Bahasa Sunda istilah badawang kadang
bersinonim dengan wujud perawakan seseorang yang “tinggi besar”, misalnya awak
kawas badawang : jangkung gede teu matut, “Tubuhnya seperti badawang : tinggi
besar tapi tidak pas/patut”.
Penulis
: Moch. Restu A.S
Sumber
Foto :
BUKU DESKRIPSI KESENIAN JAWA BARAT
Narasumber : Pak Ozon. KP.Malingping RT/RW
01/08 DS.Tenjolaya KEC.Cicalengka
Wah ini mah biasa ada di acara 17 yaa? Mantapsss😍
BalasHapusIyups benar Kaka.. suka dipake buat carnaval
Hapusp
BalasHapusnumpang share ya min ^^
BalasHapusHayyy guys...
sedang bosan di rumah tanpa ada yang bisa di kerjakan
dari pada bosan hanya duduk sambil nonton tv sebaiknya segera bergabung dengan kami
di DEWAPK agen terpercaya di tunggu lo ^_^