Rabu, 15 Mei 2019

TARI JAIPONG, TARI TERPOPULER DI JAWA BARAT

Tari Jaipongan


Ditulis oleh:


Moch. Restu Aprilyyadi Syaputra
NIM 18123012
Mahasiswa Institut Seni Budaya Indonesia bandung
Jurusan seni karawitan



Gambar 1 (pergelaran tari jaipong)

Salah satu kota di Jawa Barat yang melahirkan beberapa jenis kesenian adalah kota Bandung. Kesenian yang lahir dan berkembang tersebut salah satunya yaitu Tari Jaipongan yang diciptakan oleh Gugum Gumbira. Ketertarikan awal masyarakat terhadap kesenian ini, yaitu pandangan terhadap alunan musik dan kegemulaian penari dan merespon alunan musik jaipongan tersebut.
Jaipongan adalah salah satu jenis kesenian yang tumbuh dan berkembang di Jawa Barat serta bersumber dari kesenian rakyat seperti : ketuk tilu, pencak silat, dan topeng banjet. Pada tahun 1980-an tari jaipong berhasil dikembangkan oleh Gugum Gumbira, meskipun pada saat itu sempat muncul dari masyarakat semacam konvrontasi, jaipong dipandang sebagai tarian erotik yang kurang mendidik, karena menunjukan gerak pinggul yang menjadi identik dengan erotik dan sensual. Dalam penyajiannya, jaipong didukung oleh dua unsur seni, yaitu seni tari dan seni karawitan, kedua unsur tersebut saling berkaitan dan saling mendukung dan bersinergi diantara keduanya, sehingga kehadirannya tidak terpisahkan.
Sunarto dalam tesisnya menyebutkan, bahwa : “dalam pertunjukan jaipongan terdapat dua unsur dasar yang keduanya menjadi kesatuan sebagai penanda identitas jaipongan, yaitu unsur tari dan unsur karawitan”.
Pada tahun 1975 kata jaipong sudah populer di daerah kabupaten karawang. Jaipongan sendiri merupakan peniruan bunyi kendang (anomatope), yang biasa dilisankan oleh penari bodor (lawak) pada pertunjukan banjet. Kata jaipong itu memang bukan arti kata suatu bangunan kesenian, tapi dibawakan oleh Ali saban dan Ijem pada lakon teater rakyat topeng banjet, mereka lantunkan untuk meniru bunyi pukulan kendang “blaktingpong” yang dilafalkan menjadi “jaipong”.

Gambar 2 (pergelaran tari jaipong pada hajatan)


Pada tahun 1978 Gugum Gumbira belum memakai istilah jaipongan pada karya-karyanya, melainkan yang berorientasi pada tari ketuk tilu seperti oray welang, kangsreng, geboy, dan sebagainya. Munculnya jaipongan bagi masyarakat Sunda bukan hanya sekedar sebagai tontonan baru melainkan seluruh lapisan masyarakat Sunda dapat terlibat didalamnya menjadi bagian dari pertunjukan jaipongan. Ketika pertunjukan jaipongan berlangsung, selain menjadi penonton, masyarakat luas, baik kalangan anak-anak, remaja, dewasa, orang tua, laki-laki, maupun perempuan, dapat pula terlibat didalamnya menjadi penari partisipan. Keterlibatan mereka pada dasarnya dikarenakan dalam jaipongan mereka bisa dengan mudah meluapkan ekspresi masing-masing, tanpa aturan yang ketat, dan tanpa harus melalui proses latihan sesuai dengan kebutuhan jaipongan tersebut. Hal itu berbeda dengan jenis-jenis pertunjukan lainnya, misalnya ketika pertunjukan kiliningan, wayang golek, tari keurseus, dan lain sebagainya: masyarakat luas hanya berperan sebagai penonton atau apresiator.
Kelebihan dalam jaipongan adalah warna tepak kendang yang begitu variatif dan dinamis, sehingga merangsang orang yang mendengarkan untuk mengikuti irama kendang.

Sumber :
-Skripsi Karya seni dari Mocmahad Lucky Riyadi (1422282) dalam penyajian Kendang dalam Jaipongan.
-Sunarto : 2009 : 05
-Nalan, 2007 : 3, dalam skripsi Firman Hidayat
Sumber Poto : 
Dokumen pribadi
Restu 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kata-kata mencerminkan jati diri =)

JANAKA SUNDA, SENI LAWAK SUNDA

JANAKA SUNDA Ditulis oleh: Syalman Andriandani NIM: 18123036 Mahasiswa Institut Seni Budaya Indonesia Bandung, jurusan seni karawit...